Desa PANGGUL

Terdapat beberapa versi cerita mengenai sejarah Desa Panggul yang berkembang di kalangan masyarakat. Menurut sumber cerita dari para sesepuh desa, diketahui bahwa terbentuknya Desa Panggul berasal dari riwayat yang mengisahkan pada jaman dahulu di suatu tempat ada pohon besar. Anehnya setiap kali dahan (disebut “Pang” dalam bahasa Jawa) dipotong, maka dahan (Pang) tersebut selalu muncul dan tumbuh kembali. Begitu berulang-ulang keanehan itu terjadi, sehingga banyak orang yang mengatakan bahwa “Pang” tersebut adalah “Pang” yang unggul. Karena “Pang” itu adalah “Pang” yang Unggul, maka jika digabungkan akan menjadi kata “Panggul”.

Berdasarkan sumber yang lainnya mengatakan bahwa dahulu Desa ini merupakan bagian hutan yang lebat di wilayah selatan Jawa. Nama Panggul itu sendiri berasal dari makna “Panggonan Sing Unggul” artinya tempat yang memiliki kelenihan atau keunggulan. Makna tersebut diambil dari ‘kirata basa’ dalam bahasa jawa. Dulunya, terdapat pohon besar yang suatu ketika didatangi manusia yang pada akhirnya menjadikan hutan tersebut tempat bermukim. Tokoh yang mengawali peradaban sekaligus yang membuka hutan atau ‘babat alas’ di Desa tersebut adalah Panji Nawangkung yang merupakan utusan dari daerah kerajaan Wengker. Kemudian orang yang menanamkan budaya serta keagamaan Islam di Desa Panggul adalah Kyai Onggo yang merupakan seorang utusan dari Mataram yang saat itu menjadi wakil Sultan Ageng di Pacitan.

Desa Panggul yang menjadi salah satu dari 152 desa yang berada di wilayah Kabupaten Trenggalek, hingga saat ini terus mengalami perkembangan baik secara ekonomi, teknologi, pembangunan dan ilmu pengetahuan. Wilayah yang berada pada ketinggian 45mdpl dengan luas 234,453ha ini dimanfaatka sebagai pemukiman dan lahan pertanian oleh warga desa sehingga perekonomian Desa Panggul didominasi oleh aktifitas sektor pertanian baik sawah atau tanah kering (bonan).